Tari Gambuh Bali: Mengenal sejarah, asal usul dan keunikannya. – Halo sahabat Blogsiana, pada kesempatan ini kami akan mencoba untuk mengulas sebuah seni yang ada di Bali yaitu bernama Drama Tari Gambuh. Jadi, drama Tari Gambuh ialah sebuah pentas seni yang dikatakan masyarakat setempat sebagai mata air seni suatu pertunjukan yang ada di Bali. Sebuah drama turgi kebesaran yang sudah ada sejak zaman keraton Bali yang menjadi kesenian paling tinggi dari mutunya.
Tari Gambuh Bali
Dikatakan juga bahwa Drama Tari Gambuh inilah tarian dramatari klasik asli Bali yang paling kaya dengan gerak tari, sehingga hal ini dianggap sebagai sumber segala jenis Tari klasik di Bali.
Menurut Prof. Dr. I Made Bandem, MA, bahwa sebelum adanya Gambuh, Bali ini tidak memiliki sebuah tarian. tetapi untuk jenis tari sebelum Gambuh memang sudah digolongkan dalam tari sakral yang hanya boleh ditampilkan di tempat-tempat ibadah, karena tarian ini termasuk dalam bagian dari ritual keagamaan.
Sejarah Drama Tari Gambuh
Adapaun terkait dengan sejarah Drama Tari Gambuh ini sulit diketahui kapan kesenian ini sudah ada di Bali. Namun jika kita hubungkan dengan sejarah runtuhnya kerajaan Majapahit, maka Gambuh ini diperkirakan ada di Bali pada kisaran abad ke XV.
Karena saat kerajaan Majapahit itu runtuh pada pertengahan abad ke XV, maka seluruh khasanah kesusastraan Jawa diboyong ke Bali. Dari sinilah ada yang berpendapat bahwa Gambuh ini diperkirakan muncul pada kisaran di abad tersebut.
Kebudayaan istana pada masa-masa lampau itu adalah kebudayaan yang dikuasai oleh sebuah etik perang dan roman, terutama para pangerannya yang lebih suka digambarkan sebagai seorang kekasih dan juga seorang juru perang atau prajurit yang dicintai rakyatnya dan ditakuti oleh musuh.
Gambuh sendiri adalah sebuah seni dari warisan sebagai perwujudan roman tersebut. Mempertunjukkan lakon dari alur ceritera Malat, sebuah epik Panji yang berasal dari kebudayaan pada masa kerajaan Majapahit Kuno.
Pada masa jaman keemasan di era raja-raja Bali, terutama Dalem Waturenggong (1416-1550), kesenian ini merupakan seni pertunjukan prestisius yang ada di dalam istana. Hampir setiap puri itu memiliki sebuah panggung khusus yang biasa juga disebut bale pegambuhan.
Biasanya seorang seniman Gambuh yang memiliki karakter menonjol akan direkrut menjadi seniman istana dan mendapatkan sebuah gelar terhormat. Itulah masa kejayaan untuk Seni Drama Tari Gambuh ini, dimana sebelum akhirnya bangsa kolonialisme menggerogoti dan mengubah pola pikir kaum bangsawan yang akibatnya turut berdampak pada eksistensi kesenian Gambuh ini.
Sementara itu pada jaman akhir abad XX untuk istana atau puri memang masih bisa ditemukan di Bali, hanya saja bangunan ini sudah tidak mampu melaksanakan fungsinya seperti dahulu yakni yang bisa menjadikan mereka sebagai pusat kehidupan seni dan sosial yang ada di Pulau Bali.
Dalam kurun waktu pada awal abad ini, tidak sedikit orang-orang Bali yang masih mengingat usaha-usaha leluhur mereka untuk membangkitkan kebudayaan ala istana, salah satunya yang sering disebut adalah Dramatari Gambuh. Untuk saat ini, hanya kesenian Gambuh yang bisa dinikmati pada upacara-upacara keagamaan yang dianggap penting.
Setidaknya masih ada dua jenis Drama Gambuh yang masih tetap bertahan ditengah kemodernisasian di masyarakat Bali yakni Gambuh Batuan (Gianyar) dan Gambuh Pedungan (Denpasar). Keduanya hadir dengan identitas dan ciri yang masih dianut oleh para pendukungnya masing-masing.
Salah satu hal yang menjadikan Drama Tari Gambuh ini langka adalah karena adanya dramatari. Dramatari merupakan ungkapan seni yang serius dan sangat rumit. Yang mempunyai pola ketat, sementara untuk penyajiannya pada protokoler. Bobot artistiknya hadir seiring dengan kompleksitasnya, baik itu dari segi koreografi maupun dari komposisi musiknya.
Dari dua jenis drama Tari Gambuh diatas para tokoh memiliki tatanan tersendiri serta ada yang harus berdialog dengan bahasa Jawa Kuno yang terpola juga. Jadi untuk setiap karakternya harus memiliki iringan musik tersendiri yang mana ini cenderung rumit, berliku-liku dan temponya panjang.
Ketatnya aturan ini dan rumitnya kesenian ini, kini di Bali hampir-hampir tidak ada orang yang benar-benar mampu untuk menguasainya. Bisa jadi kini sudah tidak ada lagi seniman yang bersungguh-sungguh untuk menekuni Drama Tari Gambuh, sementara itu generasi muda yang ada di Bali tidak begitu banyak yang tertarik untuk menjelajahi jenis teater ini.
Bahkan sebagian komunitas pendukungnya pun juga tidak lagi memiliki ikatan batin dengan nilai segi keindahan yang mungkin dulu pernah disanjung-sanjung dan dibanggakan.
Asal-usul Tari Gambuh
Gambuh adalah satu istilah yang sering digunakan untuk seni tari yang bentuknya seperti drama tari, wayang dan tembang. Kata “Gambuh” sendiri bisa ditemukan dalam bahasa Jawa, Sunda dan Melayu.
Dalam arti Gambuh bahasa Melayu maka istilah ini dihubungkan dengan perasaan “Terima Kasih”, sedangkan dalam bahasa Sunda kata ini dihubungkan dengan hiasan kepala topeng yang juga dinamakan “tekes”.
Sedangkan dalam bahasa Jawa kata “Gambuh” ini di istilahkan dengan merujuk pada sebuah nama yaitu pupuh dengan pada sebuah lingsa yakni u, 10u, 12i, 8u, 80. Lingsa ialah patokan yang ada di dalam satu bait lagu atau disebut dengan pupuh gending Bali, (dikutip Bandem dkk 1975: 2-3).
Jadi, arti atau kata Gambuh itu boleh dihubungkan dengan nama Drama tari Bali Gambuh.
Pementasan Tari Gambuh
Gambuh merupakan seni pentas total teater yang mana sering didominasi oleh unsur seni tari. Meskipun begitu, Drama tari Gambuh juga diperkaya dengan unsur seni dialog, seni dialogseni sastra, seni tabuh, seni rupa dan seni rias. Semua unsur tersebut berpadu dan menciptakan sebuah komposisi seni yang harmonis dan sarat dengan keindahan.
Pementasan Drama tari Gambuh biasa dilakukan di area yang berbentuk segi empat yang disebut dengan Kalangan. Area kalangan sudah dilengkapi dengan bambu (tangluk) yang nantinya dapat fungsikan sebagai pemisah antara penonton dan penari.
Apabila nantinya tari Drama tari Gambuh ini difungsikan sebagai bagian dari upacara adat yang sakral, maka Drama Tari Gambuh ini akan dimulai lebih awal pada pukul 09.00 dan berlangsung hingga tengah hari. Sementara itu jika Drama Tari Gambuh ini difungsikan sebagai media hiburan, maka Drama Tari Gambuh ini akan dipentaskan pada waktu malam hari.
Dramatari ini akan membawakan sebuah lakon utama yakni cerita dari “Panji” atau biasa disebut dengan Malat oleh orang-orang Bali. Cerita ini mengisahkan sebuah kehidupan, romantika serta aksi peperangan dari kerajaan yang ada di Jawa Timur pada rentang abad ke XII-XIV.
Sumber: Blogkulo.com